28 Sep 2008

Dibalik kebahagian di bulan Ramadhan

Hari ini saya sempat berputar dengan istri saya dengan tujuan ingin mencari bahan belanja untuk persiapan hari raya, yah mungkin tidak berbeda jauh dengan rekan rekan semua, dengan mengisi hidangan khas lebaran yang antara lain ketupat dan ayam. Memang dibulan ini saya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang berlebihan, selain faktor kebutuhan rumah tangga, saya juga sedang mempersiapkan untuk biaya melahirkan istri saya.

Siang tadi saya pergi kesebuah pasar tradisional perumnas di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur, dan melihat hiruk pikuk situasi jalan dan kemacetan yang begitu parah membuat saya harus sedikit bersabar untuk sampai ditujuan. Memang ini sudah menjadi tradisi jika menjelang hari raya, sudah pasti orang berbondong bondong datang ke pusat perbelanjaan. Memang pada siang tadi terasa sangatlah tidak wajar melihat para pengunjung pasar tradisonal yang hampir lebih 3 kali lipat dari hari biasanya. Beragam ceria wajah dari orang tua dan anak anak yang sedang asik memilih baju untuk merayakan lebaran, dan ada pula sebagian yang mengharapkan sedekah dari para pengunjung yang datang. Alangkah beragamnya nikmat yang diberikan oleh Allah bagi tiap orang.

Saya sempat tertegun sejenak memperhatikan para pengemis yang menyikapi dengan muka ceria meskipun harus mencari rejeki dengan meminta minta. Dengan melihat situasi keadaan pasar tersebut yang tidak memungkin kan terpaksa saya hanya menunggu di pelataran parkir, karna saya memang bukan tipe orang yang suka belanja.

Disatu sisi saya mencoba mencari tempat teduh, dan disana saya sempat melihat sosok seorang ibu yang sedang sedih dan kedua orang anak nya yang menangis dengan kencang, tanpa entah apa sebabnya, dan yang membuat saya bingung mengapa ibu tersebut tidak berusaha menghentikan tangis anak tersebut, justru sebalik nya sang ibu hanya tertegun dengan muka sedih. Dan dengan tekad dan keberanian saya mencoba memberanikan diri menanyakan apa masalah sang ibu tersebut, alhasil setelah saya tanyakan ternyata sang ibu yang tadinya mempunyai niat untuk membeli baju lebaran untuk anak dan suami nya ternyata uangnya amblas dirampas oleh pencopet, saya sempat kaget dan temenung sejenak, dalam hati saya berkata astaga sungguh malang nasib ibu ini, disaat semua berbahagia menjelang hari raya, justru dia malah tertimpa musibah.

Dan tidak lama kemudian ibu tersebut mengucapkan sepatah kata, bahwa ia ingin pulang tapi tidak mempunyai uang untuk membayar angkutan umum, tanpa berfikir panjang saya langsung mengeluarkan uang dari saku saya sebesar dua puluh ribu rupiah, meskipun tidak terlalu besar tapi saya rasa cukup untuk membantu ibu tersebut agar bisa pulang di kediaman nya didaerah Jatinegara, dengan muka yang muram ibu tersebut mengatakan, " mas... jika mas memberikan ini dengan iklas akan saya terima...", dan saya pun menjawab dengan lantang, " saya iklas ibu..., semoga uang ini bisa membantu ibu untuk bisa pulang kerumah..", dengan memberikan senyum sedikit sang ibu pun mengucapkan terima kasih dan langsung bergegas pergi dengan kedua orang anak nya.

Ternyata dibalik kebahagiaan dibulan Ramadhan ini, masih ada orang yang mengalami penderitaan, maka berbahagialah kita yang masih diberikan dengan cukup oleh-Nya.

5 komentar:

  1. benar sekali bang, kenikmatan hidup baru akan terasa setelah mengalami penderitaan, begitupun dengan cerita diatas,, ;))

    BalasHapus
  2. Selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan batin..

    Duh, smoga istrinya melahirkan dengan selamat n bayinya sehat ya om... *ikut senang*

    BalasHapus
  3. semoga harianku semakin berkembang dan memperoleh $$ yang banyak agar dapat membantu orang-orang yang membutuhkan amin... mohon maaf lahir dan bathin ya mas...

    BalasHapus
  4. idem sama Om Ontria :) semoga saja doa itu terwujud :)
    Iya, membantu itu membahagiakan kita...
    ya kita sendiri yang untung sebenarnya... ;)

    BalasHapus
  5. Wah cerita apa kisah ya ini? apapun itu namanya... yang jelas proses pembelajaran tentang hidup dan kehidupan memang perlu waktu dan kesabaran. Harapan saya sih... dengan ramadlan dan lebaran mengembalikan sifat umanisme kita yang (sering) terkikis oleh desakan ekonomi.
    Sama dengan kisah diatas, Benarkah yang ada dengan kita saat ini adalah milik kita? tidak-kah ada bagian (mereka yang kekurangan) yang harus disampaikan melalui kita?

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.